Ad Code

Ticker

6/recent/ticker-posts

Memaknai Persidangan Terbuka MKD-DPR RI

POP UNIK - Kalau mantan Ketua MK seperti Prof. Dr Mahfud MD (MMD) saja sudah memberikan pandangan bahwa pelanggaran etika Ketua DPR RI, Setya Novanto (SN), sudah terbukti, pastinya beliau tidak mengada-ada. Bukan saja reputasi beliau sebagai ilmuwan dan pakar hukum tatanegara, tetapi juga reputasi dan kredibilitas sebagai mantan pimpinan lembaga negara yang sangat prestisius dan berwibawa, yakni Mahkamah Konstitusi. Belum lagi jika diingat bahwa MMD juga pernah menjadi jubir dari Tim Capres Prabowo Subianto (PS) dan cawapres, Hatta Rajasa (HR), yang notabene adalah di pihak yang secara politik berseberangan dengan kubu Jokowi-JK.

Memaknai Persidangan Terbuka MKD-DPR RI
MAHFUD MD: PELANGGARAN ETIK SETYA NOVANTO SUDAH TERBUKTI
RMOL. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mengatakan hasil pemeriksaan Menteri ESDM Sudirman Said dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin oleh Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR sudah cukup kuat mengungkapkan bahwa telah terjadi pelanggaran etika oleh Ketua DPR Setya Novanto.

"Pelanggaran etikanya sudah terbukti," kata Mahfud dalam wawancara langsung di salah satu televisi, Jumat (4/12).

Jelas Mahfud, dalam rekaman "papa minta saham" Novanto sudah jelas-jelas melanggar etik, dengan menyebut bisa mengatur Presiden.

Selanjutnya, dalam keterangan Sudirman Said dan Maroef Sjamsoeddin, yang berinisiatif melakukan pertemuan antara Novanto, Maroef dan pengusaha M. Riza Chalid adalah Novanto sendiri.

"Jadi ini sudah selesai. Pelanggaran etika itu sudah terpenuhi," tukas Mahfud.

Ia melanjutkan, untuk masalah lain, seperti negosiasi saham dalam perpanjangan Freeport, itu serahkan kepada penegak hukum, karena sudah masuk ranah pidana. [rus/rmol]
Saya mencoba mengikuti proses persidangan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) selam dua hari terakhir, kendatipun tidak terus menerus, dan saya sependapat dengan MMD. Walaupun mayoritas anggota MKD mencoba dengan sekuat tenaga utk mengalihkan persoalan mengenai pelanggaran etika, menjadi persoalan pembuktian, soal karakter pengadu dan saksi, serta melakukan berbagai penafsiran yang bermacam-macam terhadap teks rekaman, tetapi mereka tetap gagal untuk merubah fakta: kehadiran SN bersama Muhammad Reza Chalid (MR) dalam pertemuan dan perbincangan yang terkait dengan saham Freeport di dalamnya.

Pengadu dan saksi, Sudirman Said (SS) dan Maroef Sjamsoeddin (MS), cukup konsisten dan terbuka dalam memberikan pandangan mereka bahwa apa yang terjadi dalam pertemuan-pertemuan tsb adalah berpotensi pelanggaran etik. Karena itu, SS melaporkan kepada MKD DPR agar dilakukan pemeriksaan. Bagaimana keputusan MKD, tentu menjadi urusan lembaga milik DPR tsb. Publik yang juga mengikuti proses persidangan tentu juga memiliki penilaian sendiri yang bisa kita lihat, baca, dan dengar dalam komentar-komentar mereka di media dan medsos. Dan saya berani mengatakan bahwa kecenderungan suara publik juga sama dengan pandangan MMD serta pandangan saya.

Apakah dengan demikian urusan SN sudah selesai di MKD, apapun putusan lembaga itu? Saya kira tidak. Sejak mulai kasus ini muncul, saya telah mengatakan bahwa tidak cukup jika kasus ini berhenti di MKD. Bukan saja karena kemungkinan akan "mbulet" dan, ujung-ujungnya, sanksi yang dijatuhkan juga super ringan, tetapi juga karena ada unsur-unsur pidana yang mesti terus ditelusuri dan diperiksa. Dalam hal ini saya mendukung sepenuhnya pihak Kejaksaan Agung dan juga pandangan sementara para pakar hukum yang menyatakan bahwa telah ada unsur pidana dalam kasus tsb. Saya menolak pandangan Wakil ketua DPR, Fadli Zon (FZ), yang menuding ada konspirasi antara Kejagung dengan MR, dg alasan pemeriksaan yang dilakukan pihak pertama kepada yang kedua terjadi pada tengah malam.
FADLI ZON: PASTI ADA KONSPIRASI KEJAGUNG PERIKSA BOS FREEPORT TENGAH MALAM
RMOL. Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon mempertanyakan langkah Kejaksaan Agung yang menjadwalkan pemeriksaan bos PT Freeport Indonesia, Maroef Sjamsoeddin pada tengah malam, usai sidang Mahkamah Kehormatan Dewan di Gedung DPR, Jakarta.

"Masa ada seorang dirut PT Freeport saya lihat malam-malam datang ke Kejaksaan Agung. Tengah malam datang ke Kejagung apakah masyarakat biasa atau perusahaan-perusahaan lain itu juga boleh melakukan hal yang sama?" sesalnya di gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Jumat (04/12).

Menurutnya tidak lazim. Ia curiga ada konspirasi di balik itu semua.

"Ini pasti ada konspirasi, pasti ada konspirasi, bisa aja dirut PT Freeport jam 12.15 malam datang ke Kejagung seperti ada kedaruratan," kata Fadli.

Ia mengingatkan Kejaksaan Agung untuk bertindak lebih profesional lagi, dan tidak berpolitik walaupun Jaksa Agungnya dari latar belakang partai politik.

"Jangan sampai Kejagung ini menjadi pelaku politik dalam hal ini dan pelaku konspirasi. Kalau dia mau menegakkan hukum, tegakkan hukum, untuk mau memeriksa anggota DPR harus ada ijin presiden, jangan main-main di sini dengan hukum," tegasnya.[wid/RMOL]
Pihak Kejagung tentunya punya alasan tersendiri yang bisa dipertanggungjawabkan secara legal, mengapa hal itu terjadi dan hal itu tidak bisa dijadikan dasar utk menuduh sebagai konspirasi.

Akhirnya, bagi saya tidak terlalu penting apakah putusan MKD akan menjatuhkan sanksi yang serius, misalnya memecat SN dari jabatan dan keanggotaan di DPR, atau cuma enteng-entengan seperti dalam kasus "Trump-gate" sebelumnya. Yang penting adalah rakyat Indonesia berhasil membuat Parlemen utk akhirnya mau terbuka dalam pemeriksaan kasus ini sehingga publik bisa mengikuti proses tsb, dan sekaligus dapat menilai kualitas (keahlian dan integritas moral) para anggota MKD. Ini lebih bermakna ketimbang berharap terlalu banyak kepada MKD agar bisa bersikap mandiri dan mengikuti aspirasi rakyat, yang kemungkinan besar akan mengecewakan.

Penulis: Prof. Muhammad A.S. Hikam
Sumber: Catatan Akun Facebook

Post a Comment

0 Comments